Kasus memilukan yang terjadi di Bengkulu, di mana cacing ditemukan keluar dari mulut dan hidung dua balita, Khaira Nur Sabrina (1,8 tahun) dan Aprillia (4 tahun) asal Seluma, telah memicu perhatian serius dari pemerintah dan pakar kesehatan. Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono, dalam tanggapannya terhadap peristiwa ini, menekankan pentingnya peningkatan kesadaran masyarakat terkait kebersihan (higiene) dan pemenuhan gizi yang adekuat, terutama bagi anak-anak.
"Faktor higiene yang harus kita sosialisasikan kepada masyarakat jadi masalah penting, begitu juga dengan gizi," tegas Wamenkes Dante saat ditemui di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, pada Rabu (17/9/2025). Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa kecacingan bukan sekadar masalah medis, melainkan juga masalah sosial dan lingkungan yang memerlukan penanganan komprehensif.
Wamenkes menambahkan bahwa edukasi yang efektif kepada masyarakat adalah kunci utama dalam pencegahan kasus kecacingan. Masyarakat perlu dibekali dengan pengetahuan yang benar mengenai cara menjaga kebersihan diri dan lingkungan, serta memastikan anak-anak mendapatkan asupan gizi yang seimbang dan memadai. "Kasus itu perlu kita perhatikan gizinya, karena cacingan tidak spesifik terjadi. Kalau edukasi masyarakat berjalan dengan baik, semoga kasus seperti ini tidak terulang lagi," jelasnya.
Senada dengan Wamenkes, Direktur Pascasarjana Universitas YARSI sekaligus Adjunct Professor Griffith University, Prof Tjandra Yoga Aditama, memberikan pandangannya yang komprehensif mengenai kasus ini. Ia menyoroti tiga poin penting yang perlu menjadi perhatian bersama.
Pertama, Prof Tjandra menekankan bahwa masih ditemukannya kasus kecacingan pada anak-anak di Indonesia merupakan indikasi bahwa masalah ini masih tersebar luas di berbagai daerah. Kecacingan, menurutnya, seringkali terabaikan karena termasuk dalam kategori penyakit tropis terabaikan (Neglected Tropical Diseases/NTDs). Kondisi ini menyebabkan kurangnya perhatian dan sumber daya yang dialokasikan untuk penanganan dan pencegahannya.
Kedua, Prof Tjandra menyoroti keterkaitan erat antara kasus kecacingan dengan masalah kekurangan gizi pada anak. Ia menjelaskan bahwa kecacingan dapat memperburuk kondisi gizi anak karena cacing parasit menyerap nutrisi penting dari tubuh anak, sehingga menghambat pertumbuhan dan perkembangan optimal. Kasus ini menjadi pengingat bahwa masalah gizi masih menjadi tantangan serius yang dihadapi masyarakat Indonesia.
Ketiga, Prof Tjandra menyoroti pentingnya penguatan pelayanan kesehatan rumah sakit dalam menangani kasus kecacingan. Ia menekankan bahwa rumah sakit perlu memiliki kemampuan yang memadai untuk mendiagnosis dan mengobati kecacingan, termasuk kemampuan melakukan operasi atau pembedahan jika diperlukan untuk mengeluarkan cacing dari perut pasien. Hal ini menjadi krusial untuk mencegah komplikasi serius yang dapat timbul akibat kecacingan.
Kasus yang menimpa Khaira dan Aprillia menjadi alarm bagi semua pihak untuk lebih peduli terhadap masalah kecacingan. Kecacingan adalah infeksi parasit yang disebabkan oleh cacing yang hidup di dalam usus manusia. Cacing ini dapat masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara, seperti makanan dan minuman yang terkontaminasi, tanah yang tercemar, atau kontak langsung dengan tinja yang mengandung telur cacing.
Anak-anak sangat rentan terhadap kecacingan karena mereka seringkali kurang memperhatikan kebersihan diri, seperti mencuci tangan sebelum makan atau setelah bermain di tanah. Selain itu, sistem kekebalan tubuh anak-anak belum berkembang sepenuhnya, sehingga mereka lebih mudah terinfeksi cacing.
Gejala kecacingan dapat bervariasi tergantung pada jenis cacing yang menginfeksi dan tingkat keparahan infeksi. Beberapa gejala umum kecacingan meliputi:
- Sakit perut
- Diare
- Mual dan muntah
- Kehilangan nafsu makan
- Penurunan berat badan
- Anemia (kekurangan darah)
- Gatal di sekitar anus
Dalam kasus yang parah, kecacingan dapat menyebabkan komplikasi serius, seperti obstruksi usus (penyumbatan usus), malnutrisi (kekurangan gizi), dan gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
Pencegahan kecacingan sangat penting untuk melindungi kesehatan anak-anak. Beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan meliputi:
- Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum makan dan setelah buang air besar atau kecil.
- Memastikan makanan dan minuman yang dikonsumsi bersih dan dimasak dengan benar.
- Menghindari mengonsumsi makanan dan minuman dari sumber yang tidak terjamin kebersihannya.
- Memotong kuku secara teratur dan menjaga kebersihan kuku.
- Mengenakan alas kaki saat berjalan di tanah.
- Membersihkan lingkungan rumah dan sekitarnya secara teratur.
- Memberikan obat cacing secara rutin kepada anak-anak sesuai dengan anjuran dokter.
Selain langkah-langkah pencegahan di atas, penting juga untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai kecacingan. Masyarakat perlu diedukasi mengenai penyebab, gejala, dan cara pencegahan kecacingan. Edukasi ini dapat dilakukan melalui berbagai media, seperti penyuluhan, seminar, atau kampanye kesehatan.
Pemerintah juga memiliki peran penting dalam pencegahan dan pengendalian kecacingan. Pemerintah perlu meningkatkan akses masyarakat terhadap air bersih dan sanitasi yang layak. Selain itu, pemerintah juga perlu menyediakan obat cacing secara gratis atau dengan harga terjangkau bagi masyarakat yang membutuhkan.
Kasus yang dialami Khaira dan Aprillia adalah pengingat bahwa masalah kecacingan masih menjadi ancaman serius bagi kesehatan anak-anak di Indonesia. Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat, melakukan langkah-langkah pencegahan yang tepat, dan memperkuat pelayanan kesehatan, kita dapat melindungi anak-anak dari bahaya kecacingan dan mewujudkan generasi yang sehat dan berkualitas.
Penting untuk diingat bahwa penanganan kecacingan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah dan tenaga kesehatan, tetapi juga menjadi tanggung jawab seluruh elemen masyarakat. Dengan kerja sama yang baik, kita dapat menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat, serta melindungi anak-anak dari penyakit yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan mereka.
Kasus ini juga menyoroti pentingnya peran keluarga dalam menjaga kesehatan anak-anak. Orang tua dan anggota keluarga lainnya perlu memberikan perhatian yang cukup terhadap kebersihan diri dan lingkungan anak-anak. Selain itu, keluarga juga perlu memastikan anak-anak mendapatkan asupan gizi yang seimbang dan memadai.
Dengan demikian, kasus kecacingan yang dialami Khaira dan Aprillia menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran dan tindakan nyata dalam pencegahan dan pengendalian kecacingan di Indonesia. Mari bersama-sama menciptakan lingkungan yang sehat dan melindungi anak-anak dari bahaya kecacingan.