Jakarta, CNBC Indonesia – Raksasa industri rokok Tanah Air, PT Gudang Garam Tbk (GGRM), tengah menghadapi masa sulit. Isu pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap karyawan semakin santer terdengar, menjadi pukulan telak bagi perusahaan dan turut menyeret turun harta kekayaan pemiliknya, Susilo Wonowidjojo. Penurunan ini menjadi sorotan tajam, memicu perdebatan tentang masa depan industri rokok di tengah gempuran regulasi dan persaingan yang semakin ketat.
Penurunan kinerja Gudang Garam tak lepas dari melemahnya permintaan rokok secara keseluruhan. Salah satu faktor krusial yang memicu penurunan ini adalah maraknya peredaran rokok ilegal. Rokok tanpa cukai ini menawarkan harga yang jauh lebih kompetitif, bahkan mengalahkan rokok lintingan (tingwe) yang selama ini menjadi alternatif bagi konsumen dengan anggaran terbatas. Kondisi ini menciptakan persaingan tidak sehat dan menggerus pangsa pasar rokok legal seperti produk Gudang Garam.
Dampak dari penurunan permintaan ini sangat signifikan. Gudang Garam bahkan terpaksa menghentikan pembelian tembakau dari petani di Temanggung, Jawa Tengah. Keputusan pahit ini diambil karena penjualan rokok yang merosot tajam menyebabkan penumpukan stok tembakau di pabrik. Imbasnya, para petani tembakau Temanggung yang selama ini menjadi pemasok utama Gudang Garam harus menanggung kerugian besar.
Kondisi internal Gudang Garam semakin diperparah oleh kinerja keuangan yang memprihatinkan. Laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk pada semester I tahun 2025 hanya mencapai Rp 117,1 miliar. Angka ini menunjukkan penurunan drastis sebesar 87,3% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yang mencatatkan laba sebesar Rp 925,5 miliar. Penurunan laba ini menjadi alarm bagi investor dan pemangku kepentingan lainnya.
Penurunan laba ini berbanding lurus dengan penurunan pendapatan Gudang Garam. Hingga Juni 2025, pendapatan perusahaan turun 11,4% menjadi Rp 44,3 triliun, dibandingkan dengan perolehan pada Juni 2024 sebesar Rp 50,01 triliun. Penurunan pendapatan ini mencerminkan tantangan berat yang dihadapi Gudang Garam dalam mempertahankan pangsa pasar dan menghadapi persaingan yang semakin ketat.
Jika ditelusuri lebih dalam, tren penurunan laba bersih Gudang Garam sebenarnya sudah berlangsung selama satu dekade terakhir. Kondisi ini menunjukkan adanya masalah struktural yang perlu segera diatasi oleh manajemen perusahaan. Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab penurunan ini antara lain peningkatan biaya produksi, perubahan preferensi konsumen, dan regulasi yang semakin ketat terhadap industri rokok.
Sebagai konsekuensi dari kinerja keuangan yang buruk, harga saham GGRM pun ikut tertekan. Sepanjang tahun ini, harga saham GGRM telah merosot 33,71%. Bahkan, dalam lima tahun terakhir, harga saham GGRM telah anjlok 81,18% ke level Rp 8.800 per lembar saham pada perdagangan Jumat (4/9/2025). Penurunan harga saham ini mencerminkan hilangnya kepercayaan investor terhadap prospek bisnis Gudang Garam.
Penurunan kinerja keuangan Gudang Garam juga berdampak langsung pada nilai kekayaan pemiliknya, Susilo Wonowidjojo. Berdasarkan data Forbes 2024, kekayaan keluarga Susilo tercatat sekitar US$ 2,9 miliar atau setara dengan Rp 47,4 triliun (dengan kurs Rp 16.345 per dolar AS). Meskipun Susilo hanya memegang 0,09% saham Gudang Garam, posisinya sebagai Presiden Direktur sangat krusial dalam struktur kepemilikan perusahaan.
Data Forbes juga menunjukkan bahwa nilai kekayaan Susilo Wonowidjojo mengalami penurunan dari tahun ke tahun, sejalan dengan penurunan kinerja keuangan Gudang Garam. Nilai kekayaan Susilo sempat mengalami kenaikan pada periode 2014 hingga 2018, seiring dengan kenaikan laba bersih Gudang Garam pada saat itu. Namun, sejak 2019 hingga 2024, harta kekayaan Susilo terus terkikis.
Jika dihitung sejak nilai kekayaan tertinggi pada tahun 2018 sebesar US$ 9,2 miliar hingga menjadi US$ 2,9 miliar pada tahun 2024, berarti kekayaan Susilo telah turun sebanyak 68,5% atau ia telah kehilangan sebesar US$ 6,3 miliar dalam enam tahun terakhir. Jika dirupiahkan dengan kurs saat ini (Rp 16.415 per dolar AS), kerugian tersebut mencapai Rp 103,41 triliun. Angka ini menunjukkan betapa dahsyatnya dampak penurunan kinerja Gudang Garam terhadap kekayaan pribadi pemiliknya.
Situasi yang dihadapi Gudang Garam saat ini menjadi pelajaran berharga bagi perusahaan-perusahaan lain di Indonesia. Perusahaan harus mampu beradaptasi dengan perubahan pasar, berinovasi dalam produk dan strategi pemasaran, serta menjaga efisiensi operasional agar tetap kompetitif. Selain itu, perusahaan juga harus memperhatikan faktor-faktor eksternal seperti regulasi pemerintah, persaingan pasar, dan perubahan preferensi konsumen.
Masa depan Gudang Garam kini berada di persimpangan jalan. Perusahaan harus mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi tantangan yang ada dan memulihkan kinerja keuangan. Beberapa opsi yang dapat dipertimbangkan antara lain restrukturisasi organisasi, efisiensi biaya, pengembangan produk baru, ekspansi pasar, dan diversifikasi bisnis.
Selain itu, Gudang Garam juga perlu menjalin komunikasi yang baik dengan para pemangku kepentingan, termasuk karyawan, petani tembakau, investor, dan pemerintah. Transparansi dan akuntabilitas sangat penting untuk membangun kembali kepercayaan dan dukungan dari para pemangku kepentingan.
Pemerintah juga memiliki peran penting dalam membantu industri rokok nasional menghadapi tantangan yang ada. Pemerintah perlu menciptakan iklim usaha yang kondusif, memberikan insentif bagi perusahaan yang berinovasi dan berinvestasi, serta memberantas peredaran rokok ilegal. Selain itu, pemerintah juga perlu memperhatikan nasib para petani tembakau dan pekerja industri rokok yang terdampak oleh penurunan kinerja perusahaan.
Industri rokok merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian Indonesia. Industri ini menyerap jutaan tenaga kerja dan memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan negara. Oleh karena itu, pemerintah dan pelaku industri perlu bekerja sama untuk menjaga keberlangsungan industri rokok nasional.
Namun, perlu diingat bahwa kesehatan masyarakat juga merupakan prioritas utama. Pemerintah perlu terus meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya merokok dan mendorong gaya hidup sehat. Regulasi yang ketat terhadap industri rokok perlu diterapkan secara konsisten untuk melindungi kesehatan masyarakat.
Masa depan industri rokok di Indonesia akan ditentukan oleh kemampuan perusahaan dan pemerintah untuk beradaptasi dengan perubahan pasar, berinovasi dalam produk dan strategi pemasaran, serta menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan kesehatan masyarakat. Gudang Garam, sebagai salah satu pemain utama dalam industri rokok nasional, memiliki tanggung jawab besar untuk memimpin perubahan dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
(saw/wur)