Wakil Menteri Kesehatan RI, Dante Saksono Harbuwono, bersama dengan dr. Sutrisno Tono Subagyo, Sp.PD, secara resmi membuka pusat khusus penanganan penyakit radang usus (Inflammatory Bowel Disease/IBD Center) pertama di Indonesia yang berlokasi di RS Abdi Waluyo, Menteng, Jakarta Pusat, pada hari Jumat, 12 September 2025. Peresmian ini menandai langkah penting dalam peningkatan pelayanan kesehatan bagi penderita IBD di tanah air, yang selama ini menghadapi tantangan dalam diagnosis, penanganan, dan akses terhadap terapi yang komprehensif.
Dalam sambutannya saat meresmikan IBD Center dan Rudolf Simadibrata Gastroenterology, Hepatology and Endoscopy Center, Wamenkes Dante Saksono Harbuwono menyampaikan harapannya agar fasilitas serupa dapat hadir di rumah sakit swasta maupun pemerintah di seluruh Indonesia. Kehadiran pusat-pusat pelayanan khusus ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien IBD dan mengurangi beban penyakit yang ditimbulkan.
RS Abdi Waluyo secara resmi meluncurkan Inflammatory Bowel Disease (IBD) Center serta Rudolf Simadibrata Gastroenterology-Hepatology & Endoscopy Center sebagai wujud komitmennya dalam menyediakan layanan kesehatan yang terintegrasi dan berteknologi terkini. Kedua pusat ini menawarkan layanan multidisiplin yang komprehensif untuk menangani berbagai penyakit pencernaan, termasuk IBD, gangguan saluran cerna, penyakit hati, empedu, dan pankreas. Dengan pendekatan holistik dan tim medis yang terlatih, pasien akan mendapatkan pelayanan yang personal dan sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
Sebagai pusat IBD pertama di Indonesia, RS Abdi Waluyo memiliki visi untuk menjadi rujukan nasional dalam penanganan penyakit radang usus. Inisiatif ini terinspirasi oleh kontribusi besar Prof. dr. Marcellus Simadibrata, seorang tokoh penting dalam pengembangan layanan gastroenterologi di Indonesia. Dedikasi dan keahlian Prof. Marcel dalam bidang ini telah menginspirasi banyak dokter dan tenaga medis untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan bagi pasien dengan gangguan pencernaan.
Prof. Marcel menjelaskan bahwa prevalensi IBD di Indonesia dan wilayah Asia-Pasifik terus mengalami peningkatan. Di sisi lain, akses terhadap obat-obatan terbaru dan terapi inovatif masih terbatas. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri dalam penanganan IBD di Indonesia. Oleh karena itu, IBD Center RS Abdi Waluyo hadir untuk memberikan layanan holistik yang mencakup diagnosis yang akurat, terapi multidisiplin yang terpadu, pemantauan berkelanjutan, serta dukungan nutrisi dan psikologis. Dengan pendekatan komprehensif ini, diharapkan pasien dapat mengelola penyakitnya dengan lebih baik dan meningkatkan kualitas hidupnya.
RS Abdi Waluyo juga menjalin kerja sama strategis dengan IBD Center University of Chicago, sebuah pusat IBD terkemuka di dunia. Kerja sama ini meliputi berbagai kegiatan, seperti diskusi kasus bulanan, program edukasi medis, dan kesempatan observership bagi dokter. Melalui kolaborasi ini, dokter-dokter di RS Abdi Waluyo dapat bertukar pengetahuan dan pengalaman dengan para ahli di University of Chicago, sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada pasien.
Selain itu, IBD Center RS Abdi Waluyo juga menjadi anggota pertama di Indonesia dari European Crohn’s and Colitis Organisation (ECCO), sebuah organisasi internasional yang berdedikasi untuk meningkatkan kualitas perawatan bagi pasien dengan penyakit Crohn dan kolitis ulserativa. Keanggotaan ini menunjukkan komitmen RS Abdi Waluyo untuk mengikuti perkembangan terbaru dalam penanganan IBD dan menerapkan standar internasional dalam pelayanannya.
Dalam acara peresmian, para dokter spesialis RS Abdi Waluyo menyoroti beberapa aspek penting terkait IBD. dr. Paulus Simadibrata menjelaskan bahwa IBD adalah penyakit autoimun yang menyerang usus. Penyakit ini seringkali sulit dibedakan dari diare biasa, sehingga diagnosis seringkali terlambat. IBD dapat berdampak besar pada produktivitas usia muda, karena gejala yang ditimbulkan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dan menurunkan kualitas hidup.
dr. Amanda Pitarini Utari menambahkan bahwa penanganan IBD mencakup berbagai modalitas, seperti pemberian obat-obatan, tindakan pembedahan, vaksinasi, dan penerapan gaya hidup sehat. Faktor genetik juga berperan penting dalam perkembangan IBD. Oleh karena itu, pencegahan dengan pola makan sehat dan olahraga teratur perlu digalakkan sejak dini.
dr. Indra Marki mengingatkan bahwa IBD yang tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti kanker kolon, fistula ani, maupun manifestasi di luar usus, seperti gangguan pada kulit, sendi, dan mata. Oleh karena itu, penting bagi pasien untuk mendapatkan diagnosis dan penanganan yang tepat sejak awal.
RS Abdi Waluyo menegaskan visinya untuk meningkatkan edukasi, diagnosis, serta penatalaksanaan IBD di Indonesia. Rumah sakit ini juga berkomitmen untuk memperluas kolaborasi internasional demi menghadirkan terapi terbaik bagi pasien. Dengan menggabungkan keahlian lokal dan pengetahuan global, RS Abdi Waluyo berharap dapat menjadi pusat unggulan dalam penanganan IBD di Indonesia.
Penyakit radang usus atau Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah kondisi kronis yang ditandai dengan peradangan pada saluran pencernaan. IBD bukan sekadar sakit perut biasa, melainkan penyakit serius yang bisa menyebabkan gejala seperti diare persisten, nyeri perut hebat, penurunan berat badan, dan kelelahan. Gejala-gejala ini dapat sangat mengganggu kualitas hidup pasien dan memerlukan penanganan yang komprehensif.
IBD terdiri dari dua jenis utama, yaitu penyakit Crohn dan kolitis ulserativa. Penyakit Crohn dapat menyerang seluruh bagian saluran pencernaan, mulai dari mulut hingga anus, sedangkan kolitis ulserativa hanya menyerang usus besar (kolon) dan rektum. Kedua jenis IBD ini memiliki karakteristik dan penanganan yang berbeda, sehingga diagnosis yang akurat sangat penting untuk menentukan terapi yang tepat.
Penyebab IBD belum diketahui secara pasti, namun diduga melibatkan faktor genetik, lingkungan, dan sistem kekebalan tubuh. Pada pasien IBD, sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang saluran pencernaan, menyebabkan peradangan kronis. Peradangan ini dapat merusak jaringan usus dan menyebabkan berbagai gejala yang mengganggu.
Diagnosis IBD biasanya melibatkan berbagai pemeriksaan, seperti pemeriksaan darah, pemeriksaan tinja, endoskopi (kolonoskopi atau sigmoidoskopi), dan pencitraan (CT scan atau MRI). Pemeriksaan-pemeriksaan ini membantu dokter untuk melihat kondisi saluran pencernaan, mengidentifikasi adanya peradangan, dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain.
Penanganan IBD bertujuan untuk mengurangi peradangan, meredakan gejala, dan mencegah komplikasi. Terapi yang diberikan dapat bervariasi tergantung pada jenis IBD, tingkat keparahan penyakit, dan respons pasien terhadap pengobatan. Beberapa jenis obat yang umum digunakan dalam penanganan IBD antara lain adalah anti-inflamasi, imunomodulator, dan antibiotik. Pada kasus yang parah, pembedahan mungkin diperlukan untuk mengangkat bagian usus yang rusak.
Selain pengobatan medis, dukungan nutrisi dan psikologis juga penting dalam penanganan IBD. Pasien IBD seringkali mengalami kesulitan makan karena gejala yang ditimbulkan. Oleh karena itu, penting bagi mereka untuk mendapatkan dukungan dari ahli gizi untuk memastikan asupan nutrisi yang adekuat. Dukungan psikologis juga penting untuk membantu pasien mengatasi stres, kecemasan, dan depresi yang seringkali menyertai penyakit kronis.
Dengan diresmikannya IBD Center di RS Abdi Waluyo, diharapkan pasien IBD di Indonesia dapat memperoleh pelayanan kesehatan yang lebih baik dan komprehensif. Pusat ini diharapkan dapat menjadi pusat rujukan nasional dalam penanganan IBD dan berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup pasien IBD di seluruh Indonesia.