Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria dengan tegas membantah spekulasi yang mengaitkan rencana pertemuan antara pemerintah dengan raksasa teknologi global, Meta (induk perusahaan Facebook, Instagram, dan WhatsApp) dan TikTok, dengan isu demonstrasi yang berlangsung di depan Gedung DPR RI. Pertemuan ini, menurut Nezar, murni berfokus pada upaya peningkatan moderasi konten negatif di platform media sosial, sebuah agenda yang telah lama menjadi perhatian pemerintah.
"Bukan terkait demo sih sebetulnya. Lebih ke konten moderasi saja, dan itu sebenarnya sudah berjalan lama," ujar Nezar kepada awak media, menegaskan bahwa agenda pertemuan tersebut tidak dipengaruhi oleh dinamika politik terkini. Penjelasan ini bertujuan untuk meluruskan persepsi yang mungkin muncul di tengah publik, mengingat adanya pernyataan sebelumnya dari Wamenkominfo lainnya, Angga Raka Prabowo, yang menyoroti peningkatan konten disinformasi pasca-demo.
Nezar Patria menekankan bahwa isu utama dalam pertemuan tersebut adalah upaya berkelanjutan untuk menangani konten-konten negatif yang beredar di platform-platform digital tersebut. "Jadi, nggak ada kaitannya dengan demo-demo," tambahnya, memperjelas bahwa fokus pembicaraan akan tertuju pada upaya menciptakan ruang digital yang lebih sehat dan bertanggung jawab.
Moderasi konten, menurut Nezar, merupakan bagian integral dari upaya pemerintah dalam menjaga ekosistem digital yang kondusif bagi masyarakat. Langkah ini dilakukan secara konsisten melalui kolaborasi erat dengan platform-platform digital, dengan tujuan menindak konten-konten yang melanggar hukum dan norma yang berlaku.
"Konten moderasi itu penanganan konten-konten negatif ya. Misalnya, judi online, terus kemudian konten-konten yang berkaitan dengan hal-hal yang masuk dalam dilarang oleh undang-undang," jelas Nezar, memberikan contoh konkret mengenai jenis-jenis konten yang menjadi prioritas dalam upaya moderasi. Selain judi online, konten-konten lain yang menjadi perhatian termasuk ujaran kebencian, disinformasi yang berbahaya, pornografi, serta konten yang mempromosikan kekerasan dan terorisme.
Nezar juga menyoroti bahwa kerjasama antara pemerintah dan platform-platform seperti Meta dan TikTok bukanlah hal baru. Kemitraan ini telah terjalin sejak lama dan berjalan secara berkelanjutan, menunjukkan komitmen bersama dalam menciptakan ruang digital yang lebih positif.
"Mereka mau (mengikuti peraturan yang berlaku di Indonesia-red). Selama ini berkolaborasi dan itu sudah lama, bukan baru kemarin," ungkap Nezar, mengindikasikan bahwa platform-platform tersebut memiliki kesediaan untuk mematuhi peraturan dan regulasi yang berlaku di Indonesia. Kepatuhan ini menjadi kunci dalam menciptakan lingkungan digital yang aman dan bertanggung jawab bagi seluruh pengguna.
Pernyataan Nezar ini muncul sebagai respons terhadap pemberitaan sebelumnya yang menyebutkan bahwa Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Angga Raka Prabowo berencana memanggil platform digital seiring meningkatnya konten yang mengandung disinformasi, fitnah, dan kebencian. Pernyataan Wamenkomdigi Angga tersebut terucap setelah demo di DPR, pada hari Senin (25/8). Pernyataan Angga tersebut menimbulkan spekulasi bahwa pemanggilan platform digital tersebut terkait dengan isu demonstrasi dan upaya pembatasan kebebasan berpendapat.
Untuk memberikan konteks yang lebih mendalam, penting untuk memahami mengapa moderasi konten menjadi isu krusial dalam lanskap digital saat ini. Internet, dengan segala manfaatnya, juga menjadi lahan subur bagi penyebaran informasi yang salah, ujaran kebencian, dan konten-konten berbahaya lainnya. Hal ini dapat berdampak negatif pada individu, kelompok masyarakat, bahkan stabilitas negara. Oleh karena itu, upaya moderasi konten menjadi sangat penting untuk menjaga agar ruang digital tetap sehat dan produktif.
Pemerintah Indonesia sendiri telah mengeluarkan berbagai peraturan dan regulasi yang mengatur konten digital, termasuk Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). UU ITE mengatur berbagai aktivitas online, termasuk penyebaran informasi yang melanggar hukum. Selain UU ITE, pemerintah juga memiliki berbagai peraturan lain yang mengatur konten digital, seperti Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik.
Dalam konteks moderasi konten, platform-platform digital memiliki peran yang sangat penting. Mereka memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa konten yang ada di platform mereka tidak melanggar hukum dan norma yang berlaku. Platform-platform tersebut biasanya memiliki tim moderasi konten yang bertugas untuk memantau dan menghapus konten-konten yang melanggar aturan.
Namun, moderasi konten bukanlah tugas yang mudah. Ada banyak tantangan yang dihadapi, termasuk volume konten yang sangat besar, perbedaan budaya dan bahasa, serta upaya untuk menghindari deteksi oleh sistem moderasi. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama yang erat antara pemerintah, platform digital, dan masyarakat untuk menciptakan sistem moderasi konten yang efektif.
Selain kerjasama dengan platform digital, pemerintah juga melakukan berbagai upaya lain untuk meningkatkan literasi digital masyarakat. Literasi digital merupakan kemampuan untuk menggunakan teknologi digital secara cerdas dan bertanggung jawab. Dengan meningkatkan literasi digital, diharapkan masyarakat dapat lebih kritis dalam menerima informasi dan lebih bijak dalam menggunakan media sosial.
Pemerintah juga mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam melaporkan konten-konten negatif. Masyarakat dapat melaporkan konten-konten yang melanggar hukum atau norma yang berlaku melalui berbagai kanal yang disediakan oleh pemerintah dan platform digital. Laporan dari masyarakat sangat berharga karena dapat membantu tim moderasi konten untuk lebih cepat mendeteksi dan menghapus konten-konten yang berbahaya.
Upaya moderasi konten yang dilakukan oleh pemerintah dan platform digital bukan berarti membatasi kebebasan berpendapat. Kebebasan berpendapat merupakan hak yang dijamin oleh konstitusi, namun hak tersebut juga memiliki batasan. Kebebasan berpendapat tidak boleh digunakan untuk menyebarkan ujaran kebencian, disinformasi, atau konten-konten lain yang melanggar hukum.
Moderasi konten bertujuan untuk menciptakan ruang digital yang aman dan inklusif bagi semua orang. Ruang digital yang aman akan memungkinkan masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam berbagai aktivitas online, seperti belajar, bekerja, berbisnis, dan bersosialisasi. Ruang digital yang inklusif akan memastikan bahwa semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses informasi dan berpartisipasi dalam diskusi publik.
Dengan demikian, pernyataan Wamenkominfo Nezar Patria mengenai fokus pertemuan dengan Meta dan TikTok pada moderasi konten negatif merupakan bagian dari upaya yang lebih luas untuk menciptakan ekosistem digital yang sehat dan bertanggung jawab di Indonesia. Upaya ini membutuhkan kerjasama dari semua pihak, termasuk pemerintah, platform digital, masyarakat, dan media. Hanya dengan kerjasama yang solid, kita dapat mewujudkan ruang digital yang aman, inklusif, dan produktif bagi semua. Ke depannya, diharapkan ada transparansi yang lebih besar terkait mekanisme moderasi konten yang dilakukan oleh platform digital, sehingga masyarakat dapat memahami bagaimana konten-konten negatif ditangani dan bagaimana mereka dapat berpartisipasi dalam proses tersebut. Selain itu, edukasi yang berkelanjutan mengenai literasi digital juga menjadi kunci untuk memberdayakan masyarakat agar lebih bijak dalam menggunakan media sosial dan menghindari terpaparnya konten-konten negatif.