Wanita 29 Tahun Curhat Stres Picu Kanker Stadium 4, Onkolog Bilang Gini

  • Maskobus
  • Aug 20, 2025

Monika Choudhary, seorang wanita berusia 29 tahun, berbagi pengalamannya didiagnosis dengan kanker kolorektal stadium 4. Kisahnya menjadi sorotan karena usianya yang relatif muda dan dugaannya mengenai penyebab penyakitnya. Monika, yang sebelumnya dikenal menjalani gaya hidup sehat, menduga bahwa stres dan kurangnya aktivitas fisik akibat pekerjaan barunya menjadi pemicu utama.

"Dulu saya makan sehat dan menjaga pola makan dengan baik. Saya tidak pernah suka makanan yang digoreng atau berminyak," ungkap Monika, seperti dikutip dari Times of India. Namun, segalanya berubah ketika ia mulai membangun situs webnya sendiri. Tuntutan pekerjaan yang tinggi memaksanya untuk bekerja berjam-jam di depan layar, mengejar tenggat waktu yang ketat, dan sering kali begadang.

Perubahan gaya hidup ini membawa dampak signifikan pada kesehatannya. Monika merasakan tekanan mental dan fisik yang luar biasa. Ia mulai merasakan ketidaknyamanan dan kelelahan yang terus-menerus, namun sayangnya, ia mengabaikan gejala-gejala tersebut. Hingga akhirnya, diagnosis kanker kolorektal stadium 4 menghantamnya.

Pengalaman Monika memicu perdebatan tentang peran stres dan gaya hidup modern dalam perkembangan kanker, khususnya pada usia muda. Banyak yang bertanya-tanya, apakah stres benar-benar dapat menjadi penyebab langsung kanker? Atau apakah faktor-faktor lain yang terkait dengan stres, seperti pola makan tidak sehat dan kurangnya aktivitas fisik, yang lebih berperan?

Untuk mendapatkan pandangan yang lebih jelas, detikcom menghubungi dr. Andhika Rachman SpPD-KHOM, seorang spesialis penyakit dalam konsultan hematologi-onkologi. Dr. Andhika menjelaskan bahwa kanker kolorektal, yang dulunya lebih sering ditemukan pada orang berusia di atas 50 tahun, kini semakin banyak dialami oleh individu yang lebih muda, bahkan di usia 20-an dan 30-an.

Wanita 29 Tahun Curhat Stres Picu Kanker Stadium 4, Onkolog Bilang Gini

"Stres, beban kerja, atau begadang tidak secara langsung menyebabkan kanker. Tapi, gaya hidup yang tidak sehat karena stres, misalnya pola makan serba cepat saji, kurang olahraga, merokok, atau konsumsi alkohol, dapat meningkatkan risiko," jelas dr. Andhika. Ia menambahkan bahwa generasi muda saat ini lebih terpapar pada gaya hidup tidak sehat sejak dini, yang meningkatkan risiko terkena kanker pada usia yang lebih muda.

Penting untuk dipahami bahwa kanker adalah penyakit kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk genetik, lingkungan, dan gaya hidup. Stres, meskipun bukan penyebab langsung kanker, dapat berkontribusi pada perkembangan penyakit ini melalui mekanisme tidak langsung.

Stres kronis dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, yang berperan penting dalam melawan sel-sel kanker. Ketika sistem kekebalan tubuh terganggu, sel-sel kanker dapat tumbuh dan berkembang tanpa terkendali. Selain itu, stres dapat memicu peradangan kronis dalam tubuh, yang juga dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker.

Lebih lanjut, stres sering kali mendorong orang untuk mengadopsi kebiasaan tidak sehat, seperti makan berlebihan, mengonsumsi makanan olahan tinggi gula dan lemak, merokok, dan minum alkohol. Kebiasaan-kebiasaan ini dapat merusak DNA, meningkatkan peradangan, dan mengganggu keseimbangan hormon, yang semuanya dapat meningkatkan risiko kanker.

Dalam kasus Monika, meskipun ia sebelumnya menjalani gaya hidup sehat, perubahan drastis dalam rutinitasnya, termasuk stres kerja yang tinggi, kurang tidur, dan kurangnya aktivitas fisik, kemungkinan besar berkontribusi pada perkembangan kankernya.

Selain faktor gaya hidup, penting juga untuk memperhatikan gejala-gejala kanker kolorektal. Sayangnya, gejala-gejala ini sering kali diabaikan atau disalahartikan sebagai masalah pencernaan biasa. Gejala-gejala umum kanker kolorektal meliputi perubahan kebiasaan buang air besar (diare atau sembelit), tinja berdarah, sakit perut atau kram, penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, dan kelelahan.

Jika Anda mengalami salah satu gejala ini, sangat penting untuk segera berkonsultasi dengan dokter. Deteksi dini adalah kunci keberhasilan pengobatan kanker kolorektal. Semakin cepat kanker ditemukan, semakin besar peluang untuk sembuh.

Dr. Andhika menekankan pentingnya deteksi dini kanker kolorektal, terutama pada individu yang memiliki faktor risiko, seperti riwayat keluarga kanker kolorektal, penyakit radang usus, atau sindrom poliposis adenomatosa familial (FAP). Skrining kanker kolorektal dapat dilakukan melalui berbagai metode, termasuk kolonoskopi, sigmoidoskopi fleksibel, tes darah samar tinja (FOBT), dan tes DNA tinja.

Kolonoskopi adalah prosedur di mana dokter memasukkan tabung tipis dan fleksibel dengan kamera ke dalam rektum dan usus besar untuk mencari polip atau kanker. Sigmoidoskopi fleksibel mirip dengan kolonoskopi, tetapi hanya memeriksa bagian bawah usus besar. FOBT mendeteksi adanya darah dalam tinja, yang bisa menjadi tanda kanker kolorektal. Tes DNA tinja mencari perubahan DNA dalam tinja yang mungkin mengindikasikan adanya kanker.

Selain deteksi dini, pencegahan juga merupakan kunci untuk mengurangi risiko kanker kolorektal. Beberapa langkah pencegahan yang dapat Anda lakukan meliputi:

  • Menjaga pola makan sehat: Konsumsi makanan yang kaya serat, buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian. Batasi konsumsi daging merah dan olahan, serta makanan tinggi lemak dan gula.
  • Berolahraga secara teratur: Lakukan aktivitas fisik minimal 30 menit setiap hari.
  • Menjaga berat badan yang sehat: Obesitas dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker kolorektal.
  • Berhenti merokok: Merokok meningkatkan risiko berbagai jenis kanker, termasuk kanker kolorektal.
  • Membatasi konsumsi alkohol: Konsumsi alkohol berlebihan dapat meningkatkan risiko kanker kolorektal.
  • Mengelola stres: Temukan cara sehat untuk mengatasi stres, seperti yoga, meditasi, atau menghabiskan waktu di alam.

Kisah Monika Choudhary adalah pengingat penting tentang pentingnya menjaga kesehatan fisik dan mental, terutama di era modern yang serba cepat dan penuh tekanan. Meskipun stres mungkin bukan penyebab langsung kanker, gaya hidup yang tidak sehat yang sering kali menyertai stres dapat meningkatkan risiko penyakit ini. Dengan mengadopsi gaya hidup sehat dan melakukan deteksi dini, kita dapat mengurangi risiko kanker kolorektal dan meningkatkan peluang untuk hidup sehat dan panjang umur.

Sebagai penutup, dr. Andhika memberikan pesan penting: "Jadi, stres dan begadang mungkin tidak langsung menjadi penyebab. Tetapi, gaya hidup yang menyertainya bisa membuka jalan bagi kanker usus besar. Kuncinya adalah pola hidup sehat dan deteksi dini." Pesan ini harus menjadi pedoman bagi kita semua untuk menjaga kesehatan dan mencegah penyakit.

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :