Penetapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) di Indonesia terus mengalami penundaan, sebuah ironi mengingat data konsumsi minuman berpemanis yang justru menunjukkan tren peningkatan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2024 mengungkapkan fakta mencengangkan bahwa 68,1 persen rumah tangga di seluruh Indonesia mengonsumsi setidaknya satu jenis MBDK dalam kurun waktu satu minggu. Angka ini menggarisbawahi betapa meresapnya konsumsi minuman berpemanis dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.
Salsabil Rifqi, seorang quantitative research officer dari Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), menyampaikan kekecewaannya terhadap langkah pemerintah yang terus menunda rencana pengenaan cukai MBDK hingga tahun depan. Penundaan ini terasa semakin ironis mengingat wacana mengenai cukai MBDK pertama kali muncul pada tahun 2016, yang berarti sudah hampir satu dekade isu ini bergulir tanpa realisasi yang jelas.
Mengutip data riset yang relevan, Salsabil merinci provinsi-provinsi yang mencatatkan peringkat teratas dalam konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan. Jawa Barat dan Banten muncul sebagai wilayah dengan tingkat konsumsi tertinggi, mengindikasikan bahwa masyarakat di wilayah ini memiliki kecenderungan yang lebih tinggi dalam mengonsumsi MBDK dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia.
Lebih lanjut, Salsabil menjelaskan bahwa tren konsumsi MBDK ini tidak terbatas pada kelompok masyarakat tertentu, melainkan merata di berbagai kalangan. Data menunjukkan bahwa 69 persen rumah tangga yang tergolong miskin juga mengonsumsi MBDK, begitu pula dengan 73,3 persen rumah tangga di wilayah perkotaan. Selain itu, 73 persen kepala rumah tangga yang menamatkan sekolah SMA dan sederajat, serta 74,2 persen rumah tangga yang bekerja di sektor formal, juga tercatat sebagai konsumen MBDK.
"Ini mengartikan konsumsi MBDK itu sudah marak di seluruh kalangan masyarakat," ungkapnya dalam diseminasi penguatan cukai MBDK, Rabu (10/9/2025). Pernyataan ini menekankan bahwa konsumsi minuman berpemanis telah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat Indonesia secara luas, tanpa memandang status sosial, ekonomi, pendidikan, maupun sektor pekerjaan.
Salsabil juga menyoroti jenis MBDK yang paling populer di kalangan masyarakat. "Berdasarkan produk MBDK yang diminum, kopi instan itu menjadi produk MBDK paling populer dengan nilai 42 persen," sebutnya. Data ini menunjukkan bahwa kopi instan merupakan minuman berpemanis yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, mengungguli jenis minuman berpemanis lainnya seperti teh kemasan, minuman berkarbonasi, dan jus kemasan.
Menanggapi tingginya tingkat konsumsi MBDK di masyarakat, CISDI menilai bahwa pengenaan cukai MBDK dengan besaran minimal 20 persen dapat menjadi langkah efektif untuk menurunkan konsumsi MBDK hingga 18 persen. Penilaian ini didasarkan pada riset elastisitas harga dan elastisitas silang, yang menunjukkan bahwa permintaan terhadap produk MBDK cenderung elastis, artinya sensitif terhadap perubahan harga.
"Produk MBDK bersifat elastis maka permintaan produk MBDK ini akan turun karena dia sensitif terhadap perubahan harga," sorotnya. Dengan kata lain, ketika harga MBDK meningkat akibat pengenaan cukai, masyarakat akan cenderung mengurangi konsumsi MBDK dan beralih ke alternatif minuman yang lebih sehat atau lebih terjangkau.
"Kami memperkirakan perubahan pola konsumsi MBDK masyarakat apabila harga produk MBDK meningkat sebesar 20 persen," pungkasnya. Pernyataan ini menggarisbawahi keyakinan CISDI bahwa pengenaan cukai MBDK dapat menjadi instrumen kebijakan yang efektif untuk mendorong perubahan perilaku konsumsi masyarakat ke arah yang lebih sehat.
Selain pengenaan cukai, CISDI juga menekankan pentingnya penerapan label peringatan di bagian depan kemasan produk MBDK. Label peringatan ini berfungsi sebagai sarana edukasi bagi masyarakat sebelum mereka memutuskan untuk mengonsumsi minuman dan makanan tertentu. Dengan adanya label peringatan yang jelas dan informatif, masyarakat diharapkan dapat membuat pilihan yang lebih bijak dan bertanggung jawab terkait dengan kesehatan mereka.
Penundaan penetapan cukai MBDK di Indonesia merupakan isu kompleks yang melibatkan berbagai faktor, termasuk pertimbangan ekonomi, sosial, dan politik. Namun, data konsumsi MBDK yang terus meningkat menunjukkan bahwa isu ini perlu segera ditangani secara serius. Pengenaan cukai MBDK dan penerapan label peringatan merupakan dua langkah penting yang dapat diambil untuk mengurangi konsumsi MBDK dan mendorong gaya hidup yang lebih sehat di masyarakat Indonesia.
Pemerintah perlu mempertimbangkan kembali penundaan penetapan cukai MBDK dan segera mengambil langkah-langkah konkret untuk melindungi kesehatan masyarakat dari dampak negatif konsumsi MBDK yang berlebihan. Selain itu, perlu dilakukan edukasi yang komprehensif kepada masyarakat mengenai bahaya konsumsi MBDK dan manfaat memilih alternatif minuman yang lebih sehat.
Dengan upaya yang terkoordinasi dari pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan sektor swasta, diharapkan konsumsi MBDK di Indonesia dapat dikendalikan dan kesehatan masyarakat dapat ditingkatkan. Masyarakat yang sehat merupakan modal penting bagi pembangunan bangsa yang berkelanjutan.
Selain aspek kesehatan, pengenaan cukai MBDK juga berpotensi memberikan kontribusi positif terhadap penerimaan negara. Dana yang diperoleh dari cukai MBDK dapat dialokasikan untuk program-program kesehatan, pendidikan, dan pembangunan infrastruktur, sehingga memberikan manfaat yang lebih luas bagi masyarakat.
Namun, perlu diingat bahwa pengenaan cukai MBDK bukanlah solusi tunggal untuk mengatasi masalah konsumsi MBDK yang berlebihan. Perlu ada pendekatan yang holistik dan komprehensif yang melibatkan berbagai pihak dan mencakup berbagai aspek, termasuk edukasi, regulasi, dan promosi gaya hidup sehat.
Dalam hal edukasi, perlu dilakukan kampanye yang berkelanjutan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya konsumsi MBDK dan manfaat memilih alternatif minuman yang lebih sehat. Kampanye ini dapat dilakukan melalui berbagai media, termasuk televisi, radio, media sosial, dan kegiatan-kegiatan komunitas.
Dalam hal regulasi, perlu ada aturan yang jelas dan tegas mengenai produksi, distribusi, dan pemasaran MBDK. Aturan ini harus memastikan bahwa produk MBDK aman dikonsumsi dan tidak menyesatkan masyarakat. Selain itu, perlu ada pembatasan terhadap iklan dan promosi MBDK yang menargetkan anak-anak dan remaja.
Dalam hal promosi gaya hidup sehat, perlu ada upaya untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pilihan makanan dan minuman yang sehat. Hal ini dapat dilakukan dengan menyediakan akses yang lebih mudah dan terjangkau terhadap makanan dan minuman sehat, serta mempromosikan aktivitas fisik dan gaya hidup aktif.
Dengan pendekatan yang holistik dan komprehensif, diharapkan konsumsi MBDK di Indonesia dapat dikendalikan dan kesehatan masyarakat dapat ditingkatkan. Masyarakat yang sehat merupakan aset berharga bagi bangsa dan negara.
Penting untuk dicatat bahwa perubahan perilaku konsumsi masyarakat membutuhkan waktu dan upaya yang berkelanjutan. Tidak ada solusi instan untuk mengatasi masalah konsumsi MBDK yang berlebihan. Namun, dengan komitmen dan kerja keras dari semua pihak, diharapkan perubahan positif dapat dicapai secara bertahap.
Pemerintah, organisasi masyarakat sipil, sektor swasta, dan masyarakat luas perlu bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pilihan makanan dan minuman yang sehat. Dengan demikian, generasi mendatang dapat tumbuh menjadi generasi yang lebih sehat dan produktif.